SHARE

Istimewa

Sementara Beri Hanna, pemenang lomba novel remaja pada 2021 dan juara tiga di Dewan Kesenian Jakarta 2021 itu awal belajar menulis secara "ngawur", setelah membaca cerpen -cerpen Hamsad Rangkuti dan Putu Wijaya.

Dari membaca karya-karya para sastrawan terkemuka itu, ia beranggapan bahwa dirinya juga bisa.

Ia mengawali berkarya karena latah dan asal tulis ketika muncul ide. Ia tidak paham mengenai penempatan dialog, lebih-lebih bagaimana membangun konflik agar ceritanya hidup.

Suatu ketika ia mengunjungi rumah penulis lebih senior, Yuditeha yang juga kepala suku di Komunitas Kamar Kata di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Kala itu, Beri membawa puluhan judul cerpen untuk diterbitkan. Ia meminta Yuditeha untuk memberikan kata pengantar.

Seperti dipalu godam, Yuditeha berucap, "Kamu belum bisa menulis." Hancur hati Panji. Bunga-bunga harapan di hatinya sebelum tiba di rumah Yuditeha menjadi lunglai dan rontok.

Ia kemudian pamit pulang, laksana seorang pencari kerja yang lamaran kerjanya ditolak.

Panji kumpulkan lagi serpihan -serpihan impian untuk menjadi penulis dan bisa menerbitkan. Ia belum percaya dengan "vonis" Yuditeha bahwa dirinya belum bisa menulis. Rasa percaya dirinya mengenai kemampuan menulis masih meronta-ronta.

Kumpulan cerpen yang sempat disodorkan ke Yuditeha ia bawa ke teman-temannya yang juga suka karya sastra untuk dinilai. Setali tiga uang dengan Yuditeha, teman-temannya juga mengaku bingung memahami tulisan Panji.

Penulis novel berjudul "Menikam Tambo" itu kemudian sadar bahwa dirinya masih harus banyak belajar menulis cerpen.

Ia mulai sadar diri, namun rasa penasarannya masih kuat. "Bagaimana sih menulis yang baik itu?" Begitu kira-kira yang muncul di pikirannya.

Halaman :
Tags
SHARE