Beranda Politik Usai Putusan MK Larang Polisi di Jabatan Sipil Pemerintah Perlu Buat Legal Policy

Usai Putusan MK Larang Polisi di Jabatan Sipil Pemerintah Perlu Buat Legal Policy

Yang harus dipikirkan pemerintah adalah membuat sebuah instrumen berupa legal policy atau legal rules dalam rangka mengatur pranata transisi terhadap keberadaan anggota Polri aktif.

0
ilustrasi/istimewa

Maka, menurutnya yang harus dipikirkan pemerintah adalah membuat sebuah instrumen berupa legal policy atau legal rules dalam rangka mengatur pranata transisi terhadap keberadaan anggota Polri aktif yang saat ini sedang menduduki beberapa jabatan publik existing strategis dalam pemerintahan saat ini. 

Hal itu perlu dilakukan agar di satu sisi prinsip konstitusionalisme yang telah termanifestasi lewat putusan MK dapat dipedomani. Tetapi di sisi yang lain sedapat mungkin meminimize berbagai dampak kompleksitas ketatanegaraan dan pemerintahan saat ini atas beberapa jabatan publik yang terdampak dengan putusan MK yang kebetulan sedang diemban anggota Polri.

"Pilihan kebijakan ini penting untuk mengatur transisi ini agar tercipta keadaan hukum yang tertib 'legal order'," tutur Fahri.

Sedangkan secara yuridis kata Fahri, putusan MK tersebut merupakan hal penting yang mengandung mandat konstitusional, sehingga penting untuk diakomodir Tim Reformasi Polri dalam rangka merumuskan kebijakan reformasi Polri dalam format rencana amandemen UU Polri ke depan.

"Ini merupakan sebuah keniscayaan dan pedoman konstitusional 'constitutional guidelines'," terang Fahri.

Fahri berpendapat, bahwa pertimbangan hukum yang dibuat MK secara eksplanatif yang menegaskan bahwa konstruksi substansi Pasal 10 Tap MPR nomor VII/MPR/2000 dan Pasal 28 UU 2/2002, yang secara teleologis pertimbangan hukum harus difokuskan pada Pasal 10 Ayat 3 Tap MPR nomor VII/MPR/2000 yang menyatakan "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian".

Dan Pasal 28 Ayat 3 UU 2/2002 yang menyatakan "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian".

"Secara substansial, kedua ketentuan tersebut menegaskan satu hal penting, yaitu anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian. Artinya, apabila dipahami dan dimaknai secara tepat dan benar, 'mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian' adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar kepolisian," jelas Fahri.

Menurut Fahri, tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain. Berkenaan dengan hal itu, MK perlu menegaskan, "jabatan" yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian.

"Pertimbangan yuridis dan konstitusional yang dirumuskan MK tersebut adalah telah sebangun dengan desain konstitusional sebagaimana terdapat dalam rumusan norma Pasal 30 Ayat 4 UUD NRI tahun 1945,"ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terkait
Berita Terkait