2. Pendanaan afirmatif dan ruang fiskal khusus. Lis mengusulkan skema pendanaan khusus bagi daerah kepulauan melalui Dana Alokasi Khusus Kepulauan (DAKKep) serta penguatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berbasis kelautan. Ia menegaskan perlunya keadilan alokasi anggaran. “Kami menghadapi kesenjangan fiskal serius karena formula anggaran negara hanya berbasis daratan dan jumlah penduduk, tanpa menghitung luas laut dan banyaknya pulau,” jelasnya.
3. Desentralisasi perizinan pemanfaatan ruang pesisir. Usulan ketiga berfokus pada penyederhanaan dan pelimpahan wewenang perizinan, seperti izin rumah pesisir dan fasilitas wisata bahari, kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat diharapkan fokus pada penetapan standar dan regulasi.
Menutup paparannya, Lis menekankan bahwa RUU Daerah Kepulauan adalah wujud kehadiran negara dalam membangun pemerataan.
“Setiap pulau, setiap pesisir, dan setiap warga negara berhak merasakan kehadiran negara. RUU ini bukan sekadar instrumen hukum, tetapi pilihan strategis dalam pemerataan pembangunan bangsa,” pungkasnya.
Rapat koordinasi ini menjadi ruang konsolidasi untuk mempercepat terwujudnya payung hukum yang berkeadilan bagi wilayah kepulauan Indonesia, sejalan dengan visi Indonesia sebagai negara maritim yang maju, kuat, dan berdaulat.