CARAPANDANG - Deklarasi para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tentang pemberantasan perdagangan orang yang disebabkan oleh penyalahgunaan teknologi akan menjadi rujukan dalam penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kawasan Asia Tenggara. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, dokumen tersebut akan ditindaklanjuti secara teknis untuk meningkatkan kerja sama penanganan TPPO antarnegara. “Dalam pelaksanaan bilateralnya tentu akan bisa kita rujuk karena ini kan komitmen tingkat tinggi antara kepala negara untuk melakukan penanganan TPPO,” ujar Judha dalam wawancara terbatas dengan beberapa media pada Selasa (30/5).
Dalam penanganan TPPO, dia menekankan perlunya kerja sama yang erat antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan karena mereka berhadapan dengan sindikat penipuan daring (online scams) yang sangat lihai. “Itulah mengapa kita angkat isu ini di ASEAN karena kasus online scams bukan hanya dihadapi Indonesia tetapi sudah menjadi isu besar di kawasan, dan korbannya pun juga beragam … di Filipina bahkan korbannya dari 11 negara,” kata Judha. Kemlu RI mencatat peningkatan signifikan kasus TPPO dari 361 kasus pada 2021 menjadi 752 kasus pada 2022. Selain jumlahnya yang meningkat, profil negara tujuan di mana banyak ditemukan kasus TPPO terkait online scams juga semakin beragam, yaitu di Myanmar, Filipina, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand.