SHARE

Sebelum mendapat bantuan motor roda tiga, Win dan sang suami telah melakoni usaha menjajakan berbagai jenis produk olahan sendiri, mulai es kopyor, sampai aneka makanan ringan, seperti cireng, tahu bakso dan nugget tempe di depan rumah.

CARAPANDANG - Waktu hampir menunjukkan pukul 10 pagi. Dari atas kursi rodanya, Winarsih (40), memasukkan beberapa piranti untuk keperluan berdagang. 

Toples, termos batu es, sampai gelas-gelas plastik berukuran kecil, ia pastikan telah masuk ke dalam motor roda tiga yang terparkir di depan rumahnya. Di dekatnya, tampak sang suami, Budi Santoso (37), setia membantu.

Tak sampai 15 menit, motor roda tiga telah meninggalkan rumah, menuju lokasi tempat biasa mangkal di area Godean, Sleman, Yogyakarta. Di sana, mereka kompak saling bergantian menanti dan melayani pembeli es kopyor yang mereka namai ‘Sumringah’.

Whats-App-Image-2023-01-12-at-11-20-13

Rutinitas seperti ini mereka lakukan setahun belakangan sejak mendapat motor roda tiga dari Kementerian Sosial. Winarsih mengaku, seorang pendamping sosial Kemensos datang ke rumah mereka di Gamping, Sleman, tepat setahun lalu, Januari 2022.

“Dulu itu didata pendamping. Karena sudah punya usaha jalan, terus ditanya, pengen apa? Kepengen mangkal, jawab saya,” kata Win, sapaan akrabnya, mengisahkan awal mula ia diberi bantuan motor roda tiga oleh Kemensos.

Sebelum mendapat bantuan motor roda tiga, Win dan sang suami telah melakoni usaha menjajakan berbagai jenis produk olahan sendiri, mulai es kopyor, sampai aneka makanan ringan, seperti cireng, tahu bakso dan nugget tempe di depan rumah.

“Dulu jualannya teng ngajengan (di depan rumah), mboten teng dalan Godean (bukan di jalan Godean). Kalo jualan di depan (rumah) situ, esnya laku cuma 10 cup, paling banter 15,” kata ibu satu anak ini.

Selain itu, Win juga menjajakan aneka makanan ringan secara online dan melayani pengiriman ke luar kota. “Jenis (makanan)nya banyak, tersedia di katalog. Online nya belum ikut marketplace, baru via WhatsApp grup, dari mulut ke mulut. Terus, nanti untuk penjualannya, kita bisa Cash on Delivery (COD), kalo di luar kota ya kita kirim,” kata Win menjelaskan.

Tidak berselang lama setelah didata, ia mengaku motor roda tiga langsung diantar ke rumahnya pada bulan yang sama. “Cepet sih (diantarnya), ngga ada sebulan. Biasanya, kalo mau ngajukan apa, kadang lama diprosesnya, yang ini cepet sekali,” ucapnya sembari mengingat kembali.

Whats-App-Image-2023-01-12-at-11-20-14

Motor roda tiga yang didapat pun mereka manfaatkan untuk melanjutkan niaga yang sebelumnya telah mereka mulai. Mereka lantas memutuskan mencari lokasi yang lebih strategis guna merambah pasar lebih luas. Bahkan, Budi, sesekali juga menjajakan esnya dari atas motor roda tiga saat ada event bazaar atau acara-acara tertentu di Yogyakarta.

“Sejak jualan di Godean, seharinya bisa terjual 50-60 cup es. Nek panas niko, nggih lumayan (Kalo panas gitu, ya lumayan). Ning, ‘kan mboten mesti (Tapi, ‘kan ngga mesti), soalnya sekarang lagi musim hujan,” kata dia.

Win dan Budi pun merasakan perbedaan signifikan dalam hal kemudahan aksesibilitas, terutama bagi Win, dan peningkatan konsumen, pasca berjualan dengan motor roda tiga daripada sebelumnya yang hanya stagnan di depan rumah.

“Tentunya, ada perbedaan. Kalo tadinya jualannya di rumah, otomatis pelanggannya tidak sebanyak kalo kita di luar. Jadi, dengan roda tiga itu, kami mangkal di luar, ada penambahan konsumen,” Win menuturkan.

Untuk saat ini, Win menyatakan ia dan suami masih fokus pada es kopyor saja, yang mereka hargai Rp5000/cup.

Berdayakan Sesama Difabel

Meski memiliki keterbatasan fisik, semangat Winarsih dalam memenuhi kebutuhan keluarga tak bisa dipandang sebelah mata. Penghasilan pasangan suami istri ini tidak bersumber dari berjualan saja. Win juga mempunyai usaha jahit yang dirintisnya sejak tahun 2008.

Dari usaha jahitnya, Win sempat memberdayakan 9 teman-temannya sesama difabel saat "booming" pada 2008. Berbagai produk yang dihasilkan berupa produk rumahan, seperti sarung bantal, sofa, dan sprei, hingga tutup kulkas dan tutup galon. Tidak main-main, produk jahitannya sampai dilirik pelanggan dari Negeri Sakura.

“Sebelum saya menikah, dulu sering ikut pameran-pameran. Terus, ketemu buyer dari Jepang di sana. Dari situ, banyak sekali pesanan masuk. Jadi, saya kewalahan menggarap sendiri. Akhirnya, banyak teman yang bantu, ada beberapa teman difabel, dulu ada 9 orang,” kata dia.

Setelah menikah dan hamil yang mengharuskannya untuk bedrest (istirahat total) pada 2013, pesanan mulai berkurang. Teman-teman difabel yang sempat diberdayakannya, kini mengundurkan diri dan membuka jahitan mandiri.

“Setelah nikah dan hamil 2013, pesanan dari Jepang mulai menurun. Kalo orang Jepang ‘kan ngga mau tau alesannya apa, dia maunya ontime. Terus, teman-teman ngga bisa handle, akhirnya lama-lama juga beralih. Karena pesanan menipis, akhirnya mereka pada buka jahitan sendiri,” ucapnya.

Meski begitu, ia senang lantaran secara tidak langsung telah membantu teman-teman difabel membuka peluang usaha sendiri.

Sementara itu, berjarak dua bulan usai diserahkannya motor roda tiga, pada Maret 2022, Win juga telah menerima bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dari Kemensos berupa mesin jahit untuk mendukung usaha jahitnya.