AI dapat digunakan untuk mempercepat proses produksi, memperbaiki kualitas audio-visual, hingga menganalisis data penonton untuk pengambilan keputusan editorial.
“AI bisa membantu kerja redaksi, tapi jangan sepenuhnya diserahkan pada mesin. Tetap harus ada human in the loop, agar berita tidak kehilangan akurasi dan nilai etikanya,” kata Nezar.
Di sisi lain, Nezar mengingatkan risiko serius dari penyalahgunaan AI, termasuk deepfake, disinformasi, dan halusinasi data yang bisa merusak kredibilitas jurnalisme. Dia mencontohkan lembaga survei besar di Australia yang membayar 440 ribu dolar karena sumber datanya ternyata buatan AI.
Nezar mengatakan Kementerian Komunikasi dan Digital terus mendukung inovasi media nasional agar dapat memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan esensi jurnalisme.
“Teknologi bisa dipelajari, tapi jurnalisme harus tetap jadi nyawa kita. Media yang bertahan bukan yang paling cepat beradaptasi secara teknis, tapi yang tetap menyajikan informasi benar dan membela kepentingan publik,” tegasnya.