Untuk lebih jauh mengeksplorasi hubungan antara stroke dan stres, para peneliti merekrut 426 orang berusia 18 hingga 49 tahun, yang semuanya mengalami stroke iskemik dan sekitar setengahnya adalah perempuan.
Tim tersebut juga mengikutsertakan 426 orang lainnya yang tidak pernah mengalami stroke tetapi memiliki usia dan jenis kelamin yang sama dengan anggota kelompok pertama.
Semua peserta menyelesaikan kuesioner tentang seberapa stres mereka selama satu bulan, dan kelompok yang terkena stroke menjawab pertanyaan tambahan tentang tingkat stres mereka menjelang stroke.
Survei tersebut mengungkapkan bahwa mereka yang terserang stroke mengalami tingkat stres yang jauh lebih tinggi. Dari kelompok yang terserang stroke, 46 persen melaporkan tingkat stres sedang hingga tinggi, dibandingkan dengan hanya 33 persen dari mereka yang tidak terserang stroke.
Pada perempuan, mereka yang mengalami stres sedang memiliki risiko stroke sebesar 78 persen lebih tinggi, dan stres tinggi dikaitkan dengan risiko stroke sebesar 6 persen. Para peneliti tidak menemukan hubungan antara tingkat stres pria dan risiko stroke
Khususnya, para penulis menyimpulkan bahwa stroke dan stres saling terkait, bukan bahwa stres secara langsung menyebabkan stroke.