“Pernikahan anak merupakan sebuah tindakan yang melanggar hak-hak anak dan berpotensi menimbulkan dampak serius pada kehidupan perempuan. Dari proses persalinan hingga masa nifas, hak-hak mereka terputus, bahkan bisa memicu kejadian-kejadian kekerasan. Angka pernikahan anak di Sulawesi Tengah (Sulteng) melampaui rata-rata nasional yang hanya sebesar 9,23 persen, dengan angka 12,5 persen, hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama.”,ujar Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA, Rohika Kurniadi Sari
Rohika juga menegaskan bahwa untuk memutus mata rantai perkawinan anak di Sulawesi Tengah, diperlukan kolaborasi multi-sektoral yang melibatkan semua pihak. Semua pemangku kepentingan yang memiliki rencana aksi harus disesuaikan dengan dan mengacu pada strategi nasional. Salah satu komponen kunci dari strategi nasional ini adalah optimalisasi kapasitas anak, yang dapat dicapai melalui pendorongan forum anak di daerah serta lingkungan pendukungnya, termasuk keluarga, masyarakat, tokoh agama, dan institusi pendidikan di sekolah. Selain itu, penting untuk memperkuat akses layanan bagi anak dan keluarga yang aktif dalam melayani anak. Aspek regulasi dan kelembagaan juga menjadi bagian penting dari upaya ini. Diharapkan bahwa melalui kegiatan ini, DP3A Provinsi Sulawesi Tengah dapat mendukung penguatan dengan penyusunan Rencana Aksi Daerah yang dilengkapi dengan Peraturan Gubernur yang bertujuan untuk mencegah perkawinan anak.