Sementara itu, Wakil Bupati Pasaman Barat, Risnawanto mengatakan dulunya sekitar 2002, daerah itu merupakan kawasan perladangan yang digarap dengan sistem berpindah-pindah oleh masyarakat luar Air Bangis, jumlahnya paling banyak sekitar 60 Kepala Keluarga (KK).
Seiring berjalannya waktu, ada pembukaan perkebunan kelapa sawit yang bernama PT. Bintara Tani, sehingga mulai ada akses jalan yang memadai. Kondisi itu membuat jumlah masyarakat yang bermukim menjadi semakin bertambah dari waktu ke waktu.
Kemudian, pada 2007 mulai ada rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Teluk Tapang dan pembukaan akses jalan untuk fasilitas pendukungnya mulai dari kawasan bunga tanjung sampai ke teluk tapang. Panjangnya sekitar 42 kilometer.
Setelah jalan mulai terbuka, sosialisasi dan himbauan pemerintah tentang larangan penggarapan lahan kawasan hutan lindung secara ilegal tidak lagi diindahkan masyarakat, mereka tetap membuka dan menggarap secara manual atau tradisional. Kondisi demikian terus terjadi seiring jalannya pembangunan.
Atas dasar itu, Wabup menyebut jika ada masyarakat Pigobah Patibubur yang mengklaim memiliki lahan dua atau tiga hektare disana, menurutnya itu cukup masuk akal karena dulunya itu dibuka secara tradisional.
Tapi, ketika ada yang mengaku memiliki puluhan sampai ratusan hektar, ia menilai itu patut dipertanyakan. Karena sulit dipercaya, ada masyarakat yang mampu membuka lahan secara tradisional hingga seluas itu.