Menurut Eddy, fenomena tersebut dikenal dengan istilah self-radicalization, yakni proses radikalisasi yang terjadi melalui paparan konten di media sosial. “Ini menunjukkan bahwa risiko penyalahgunaan ruang digital semakin berkembang, baik oleh jaringan terorisme maupun simpatisan terorisme,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Komdigi menyatakan siap menindak tegas konten di ruang digital yang terindikasi mengandung unsur radikalisme. Baik berdasarkan aduan masyarakat maupun laporan dari kementerian dan lembaga terkait.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemenkomdigi, Alexander Sabar menjelaskan, pihaknya telah membahas isu penyebaran konten radikalisme di ranah digital bersama BNPT.
“Kemarin kami baru rapat koordinasi dengan BNPT," ucapnya.
"Kita akan awasi penyebaran konten radikalisme. Mekanismenya, selain yang dilakukan Komdigi, kami juga menerima aduan dari masyarakat dan dari K/L terkait,” ujar Alexander.
Ia menjelaskan, setiap laporan yang masuk akan ditindaklanjuti dengan langkah penurunan konten (take down). Atau pemutusan akses terhadap platform yang memuat konten negatif tersebut.
“BNPT kalau menemukan konten radikalisme pasti akan diserahkan ke kami. Selanjutnya kami proses, apakah dilakukan take down di media sosial atau pemutusan akses,” kata dia.