SHARE

Sadrin Kone hanyalah pemilik lahan hasil dari pembagian warisan, dan selanjutnya menjadi lokasi kegiatan PETI.

Laporan: Hamid Toliu

POHUWATO, CARAPANDANG.COM - Apa yang diungkapkan aktivis Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) terkait sulit disentuhnya pelaku usaha dari sisi hukum, dibuktikan oleh salah satu warga Dengilo.

Sadrin Kone warga Desa Karya Baru Kecamatan Dengilo dalam curhatnya kepada awak media ini, mengaku menjadi terdakwa dari kasus pengrusakan lingkungan melalui kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang ada di Kecamatan Dengilo Kabupaten Pohuwato.

Awalnya, kata Sadrin, pihaknya hanyalah pemilik lahan hasil dari pembagian warisan, dan selanjutnya menjadi lokasi kegiatan PETI.

Dan pihaknya, terang Sadrin, bersama pemodal berinisial A dan AY bekerjasama dengan perjanjian 10 persen bagiannya setelah menjadi hasil bersih.

"Lokasi itu saya bagi 2 untuk pemodal, dan hasil akhir lokasinya A 1,3 kg dan AY, 3 kg emas murni", kata Sadrin Kone.

Dari perjanjian bagi hasil 10 persen, kedua pemodal ini, ungkap Sadrin, tidak memenuhi perjanjian hasil bagi 10 p​ersen.​

Dijelaskannya, 10 persen yang menjadi hak dirinya sebagai pemilik lahan, baru sebagian dipenuhi, dan tiba tiba ada laporan ke Mapolda Gorontalo terkait kegiatan PETI secara ilegal.

Herannya, hasil akhir dirinya ditetapkan sebagai tersangka dan akhirnya menjadi terdakwa dan disidangkan saat ini di pengadilan Negeri Pohuwato.

Pertanyaannya, kata Sadrin Kone, pemodal sekaligus pemilik alat berat Excavator tidak dijadikan tersangka bersama dengan dirinya.

"Insya Allah pada sidang Hari Rabu, 15/3/23 hal ini saya akan ungkap pada fakta persidangan di Pengadilan Negeri Pohuwato,​" ​​katanya.

Intinya, kata Sadrin, sambil berurai air mata, dirinya hanya meminta keadilan pada pihak kejaksaan sebagai penuntut dan para hakim pengadilan negeri Pohuwato, agar dapat menghadirkan mereka seperti dirinya dalam kursi pesakitan saat ini.

"Bila saya menjadi terdakwa, harusnya juga mereka menjadi terdakwa​,​" katanya  

Mereka juga, kata Sadrin, ikut serta dalam kegiatan pengrusakan lingkungan melalui kegiatan PETI dengan menjadi pemodal Excavator dan lainnya.

"Saya ini hanya menikmati 10 persen hasil tapi belum seluruhnya diserahkan, sementara mereka penikmat 90 persen hasil, harus bebas berkeliaran seakan tak mampu tersentuh hukum​,​" urainya sambil berlinang air mata.

Sebelumnya, aktivis LAI Harson Ali, Senin (13/3/23) saat dimintai tanggapan terkait proses hukum para pelaku kerusakan hutan.

Namun yang disesali Harson, yang terlapor dan terproses hukum hanyalah karyawan dari sekian pelaku usaha yang ada.

"Mengapa bukan pemilik alat, penyandang dana atau pemilik lokasi yang diproses, mengapa hanya mereka yang berstatus pekerja​," ungkap Harson heran.