SHARE

Sepak bola

CARAPANDANG - Komika Bintang Emon dalam komedinya menyenggol Ketua PSSI. Nama Jakarta International Stadium (JIS) pun dikritisi misalnya oleh sejarawan JJ Rizal dan diminta diganti dengan mencantumkan tokoh Betawi Mohammad Husni Thamrin.

Lanskap olahraga dan politik bukan kali ini saja terjadi. Cobalah simak pucuk-pucuk pimpinan organisasi olahraga. Nama-nama kesohor secara politis sejak dulu menempati posisi penting di tempat tersebut. Dengan nuansa satir hal tersebut juga digambarkan dalam film Susi Susanti: Love All kala pucuk PBSI pernah dipimpin oleh petinggi ABRI yang kemudian menjadi Wakil Presiden.

Bukan perkara khas Indonesia saja, rivalitas Barcelona dan Real Madrid pun turut dibumbui dengan perkara Basque dengan ibu kota Spanyol tersebut. Pun yang teranyar solidaritas terhadap Ukraina yang diserukan di lapangan hijau.

Olahraga memang merupakan magnet yang unik menarik perhatian khalayak. Anda pecinta klub sepak bola tertentu? Maka walaupun tim Anda penampilannya bapuk musim ini, tetap saja Anda intens menonton dan mengikuti perkembangannya. Seolah ada ikatan yang begitu erat. Maka magnet semacam itu tentu menarik pula bagi para politikus untuk membonceng. Entah dia memang benar-benar gemar, peduli terhadap olahraga tersebut, atau sekadar memanfaatkan animo dan citra positif yang bisa didapatkan.

Apakah mungkin memisahkan olahraga dan politik? Sulit rasanya. Dengan pesona magnet semacam itu maka olahraga dan politik rasa-rasanya masih dalam satu ikatan pernapasan. Simaklah ketika para atlet yang berpeluh menjadi juara tingkat dunia, maka ramai-ramai politikus mengucapkan selamat.

Maka menjadi pucuk di organisasi olahraga pun bisa menjadi upaya mobilitas vertikal ke jabatan berikutnya. Dan saya pun menjadi yowislah ketika melihat gambar dalam ukuran jumbo eks ketua organisasi olahraga yang kini berkiprah di DPD. 

Tags
SHARE