Kelompok tersebut, yang dikenal sebagai OPEC+, memompa sekitar 40 persen minyak mentah dunia dan melakukan pemotongan sebesar 3,66 juta barel per hari, sebesar 3,6 persen dari permintaan global.
"Langkah Arab Saudi kemungkinan akan mengejutkan, mengingat perubahan kuota terbaru hanya berlaku selama sebulan," kata analis ANZ dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.
"Pasar minyak sekarang terlihat akan semakin ketat di paruh kedua tahun ini."
Konsultan Rystad Energy mengatakan pemotongan tambahan oleh Saudi kemungkinan akan memperdalam defisit pasar menjadi lebih dari 3 juta barel per hari pada Juli, yang dapat mendorong harga lebih tinggi dalam beberapa minggu mendatang.
Analis Goldman Sachs mengatakan pertemuan itu "cukup bullish" untuk pasar minyak dan dapat meningkatkan harga Brent Desember 2023 sebesar 1-6 dolar AS per barel tergantung pada berapa lama Arab Saudi mempertahankan produksi pada 9 juta barel per hari selama enam bulan ke depan.
Namun banyak dari pengurangan ini akan memiliki dampak nyata yang kecil karena grup tersebut menurunkan target untuk Rusia, Nigeria, dan Angola agar sejalan dengan tingkat produksi aktual mereka.
Sebaliknya, Uni Emirat Arab diizinkan menaikkan target produksi sekitar 200.000 barel per hari menjadi 3,22 juta barel per hari.
"UEA telah diizinkan untuk memperluas produksi, dengan mengorbankan negara-negara Afrika, yang kuotanya tidak terpakai diturunkan berdasarkan perjanjian baru," kata ANZ.