Melansir dari laman resmi Kebudayaan Kemendikbud Republik Indonesia, sei biasanya terbuat dari bahan baku daging sapi, daging babi bahkan daging rusa. Alasannya, pada saat itu suku Rote biasa berburu di hutan-hutan. Saat mendapatkan hasil buruan, daging rusa tersebut sebagian dimakan. Sedangkan sisanya diolah menjadi daging sei agar dapat bertahan lama dan dapat dikonsumsi pada waktu berbeda sebagai persediaan makanan. Mengingat rusa kini masuk ke dalam kelompok hewan yang dilindungi, maka sei daging rusa sudah tidak diproduksi lagi. Sebagai gantinya, karena masyarakat NTT lebih menyukai daging babi, maka sei daging babi pun menjadi pilihan utama. Namun kini, agar sei dapat dinikmati berbagai kalangan, maka sei dibuat dengan bahan baku daging sapi, ayam dan ikan.
Di daerah asalnya, daging sei biasanya dinikmati dengan sambal lu’at, sambal khas NTT dengan rasa pedas, asam, dan aroma yang kuat yang dibuat dari jeruk nipis, cabai dan daun lu’at. Namun, di kota-kota besar, daging sei juga disajikan dengan berbagai sambal lain, seperti sambal matah, rica-rica, bahkan sambal terasi sesuai selera. dilansir indonesiakaya.com