Menurutnya, langkah itu juga tidak akan mengganggu perekonomian masyarakat kecil dan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sebab, yang mengkonsumsi BBM non subsidi sebahagian besar adalah orang yang ekonominya diatas rata-rata, bukannya masyarakat tidak mampu.
Maswar Dedi menegaskan, rencana tersebut hanya untuk BBM Non Subsidi. Sedangkan untuk BBM Subsidi tidak ada kenaikan tarif Pajak, karena pengaturan tarif PBBKB untuk BBM Bersubsidi berlaku sama di seluruh Indonesia yaitu sebesar 5 %.
“Kalau untuk pajak BBM subsidi masih 5 persen. Sama dengan daerah lain di Seluruh Indonesia, kita tidak ada kenaikan,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, usulan kenaikan tersebut telah melalui pembahasan dengan DPRD Sumbar, karena memang untuk memberlakukannya dibutuhkan perangkat hukum, berupa peraturan daerah (Perda).
“Jadi ini bukan keputusan Pemprov Sumbar sendiri. Tapi telah dibahas dan diputuskan bersama dengan DPRD,”ungkap Dedi.
Disebutkannya, secara aturan tertinggi undang-undang memberikan ruang pemungutan pajak BBM non subsidi dapat dilakukan maksimal 10 persen, itu tertuang jelas dalam UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah pada pasal 26 ayat (1).
“Aturannya kita bisa memungut hingga 10 persen. Jika kita pungut sebanyak itu, kenaikannya juga tidak signifikan. Apalagi harga minyak non subsidi fluktuatif. Tidak menetap, kadang turun kadang naik,” pungkasnya. (adpsb)