"Saat itu, pergerakan tersebut semata-mata didorong oleh aksi beli bank sentral sementara investor merupakan penjual bersih logam mulia tersebut, [tetapi] sejak awal tahun, investor mulai ikut serta yang jelas mempercepat pergerakan ke arah kenaikan." imbuhnya.
Ia berpendapat bahwa di tengah ketidakpastian dan volatilitas yang berkelanjutan, serta lingkungan inflasi yang stagnan di seluruh dunia, investor secara umum berpandangan bahwa mereka harus melakukan diversifikasi dari strategi portofolio klasik 60/40 dengan aset keras seperti emas.
"Namun, kita masih sangat awal dalam permainan ini karena emas, dan investasi terkait emas, baru mencapai 2% dari portofolio investasi rata-rata di seluruh dunia. Dalam istilah bisbol, kita baru berada di babak kedua atau ketiga. Level US$4.000 tidak akan menjadi titik akhir, hanya awal dari pasar bullish terkuat untuk logam mulia yang pernah ada di dunia," tambah Gijsels.
Dalam sebuah catatan kepada klien pada Rabu pagi, Ahli Strategi UBS Joni Teves juga berpendapat bahwa emas masih kurang diminati.
"Kami memperkirakan tren bullish emas akan berlanjut di beberapa kuartal mendatang, didorong oleh meningkatnya posisi investor dan terus meluasnya basis investor emas. Dengan siklus pelonggaran The Fed yang sedang berlangsung, pelemahan dolar dan penurunan suku bunga riil seharusnya menjadi sentimen bullish bagi harga emas," ujarnya.